Kajian Dasar Seni dan Desain: Touch The Feeling
Penulis: Rio Dwisandy
Saya ingat dengan jelas ketika saya masih dalam proses awal belajar fotografi, begitu banyak teman-teman yang memberi masukan kepada saya. Rasa terimakasih saya tidak pernah terlupakan dan selalu menggema di telinga dan hati saya. Sebagai ucapan terimakasih, saya ingin memberi masukan kepada calon fotografer masa kini lewat tulisan ini. Masukkan yang dihasilkan dari telaah fotografi (data yang berdasar fakta) serta pencarian dari beberapa literatur yang saya dapatkan dari beberapa kampus yang ada di Indonesia.
Saya ingat dengan jelas ketika saya masih dalam proses awal belajar fotografi, begitu banyak teman-teman yang memberi masukan kepada saya. Rasa terimakasih saya tidak pernah terlupakan dan selalu menggema di telinga dan hati saya. Sebagai ucapan terimakasih, saya ingin memberi masukan kepada calon fotografer masa kini lewat tulisan ini. Masukkan yang dihasilkan dari telaah fotografi (data yang berdasar fakta) serta pencarian dari beberapa literatur yang saya dapatkan dari beberapa kampus yang ada di Indonesia.
Kali ini saya ingin memberi masukan mengenai dasar atau
asal bagaimana seorang fotografer dapat ‘menampilkan’ sebuah karya. Dalam buku
Perception and Imaging karya Richard Zakia halaman 208, ada 3 asal muasal
bagaimana fotografer dalam menampilkan sebuah karya. Saya tidak ingin membedah
ketiganya secara sekaligus, akan tetapi satu persatu. Supaya dapat memudahkan
calon fotografer dalam proses pembelajaran awal.
Asal muasal yang pertama adalah PROJECTION.
Ada seorang teman saya, yang tidak memiliki background
seni ataupun desain (secara formal). Akan tetapi, ketika dia membeli sebuah
kamera lalu berlatih secara terus menerus (secara otodidak) membuat dia
mencapai sebuah puncak dari pembelajarannya. Sensifitas terhadap sebuah obyek
sangat tinggi. Ketika dia melihat sesuatu obyek yang mungkin orang lain
menganggapnya ‘biasa’, justru dia menganggapnya bahwa benda itu dapat dibedah
sehingga dapat menghasilkan suatu foto yang luarbiasa. Fenomena ini saya
perhatikan dengan seksama tanpa banyak berkata.
Lalu saya tertarik untuk ‘mendalami proses’ dan berusaha
‘menguji’ kemampuannya. Saya mencoba untuk mengajak dia untuk hunting bareng.
Akan tetapi, saya ‘mempersilahkan’ dia untuk memimpin hunting tersebut. Seperti
yang saya jelaskan pada kalimat sebelumnya, dia memilih beberapa obyek yang
sama sekali tidak saya pikirkan itu akan menjadi sebuah hasil karya yang baik.
Semakin saya tertarik ingin ‘mengikuti’ langkah-langkahnya. Lalu setelah
selesai proses capturing, kami berkumpul di suatu tempat yang nyaman untuk
proses picking. Ada lebih dari 100 frame foto yang saya perlihatkan kepadanya
(foto standar yang belum diolah sehingga tingkat kemiripan satu dengan yang
lainnya sangat tinggi bahkan bisa dikatakan mendekati sama), lalu saya meminta
bantuan untuk memilihkan untuk saya. Alhasil, teman saya ini yang tidak
mempunyai background formal di bidang seni (hanya pengalaman otodidak), dapat
menentukan 10 frame foto dari 100 frame foto (bahkan lebih) mendekati 100 %
sama dengan pilihan saya yang didasari oleh teorikal seni.
Yang dimaksud dengan projection adalah seorang
fotografer dapat merasakan sebelum terjadi proses capturing sehingga obyek
tersebut dapat ‘menonjol’. Ada 2 hal yang saya dapatkan dari peristiwa ini.
Yang pertama fotografer tersebut memang diberikan anugrah/karunia langsung oleh
Sang Pencipta. Dan yang kedua adalah pembelajaran (penggalian potensi diri).
Poin yang kedua inilah yang ingin saya jelaskan bagaimana cara belajar dalam
menangkap sebuah obyek sehingga kepekaan kita terhadap obyek sangat tinggi.
Kunci awal dari pembelajaran ini adalah mendalami MORPHIC. Morphic dalam bahasa Yunani
adalah Morphos yang berarti bentuk (Form dalam bahasa Inggris). Selama saya hidup,
saya telah menjumpai ada 6 jenis morphic yang ada di cakrawala yakni Isomorphic (kemiripan bentuk), Antropomorphic (bentuk manusia), Zoomorphic (bentuk binatang), Theriomorphic
(bentuk menakutkan), Mechanomorphic (bentuk mekanik), Anamorphic (lebih dikenal dengan bentuk
distorsi atau penghancuran). Dalam tulisan ini, saya tidak akan membahas secara
detail keenam bentuk tersebut, ini dikarenakan sangat panjangnya bahasan
tersebut dan sangat rumit. Akan tetapi dari ‘pembedahaan awal’ ini, saya
berharap kepada calon desainer dan fotografer dapat ‘mengembangkan’ pengetahuan
ini lebih dalam lagi. Sehingga yang nantinya dapat melatih diri dengan baik,
dalam ‘menterjemahkan’ sebuah obyek kedalam sebuah karya.
Maju
desain dan fotografi terapan Indonesia. Maju Indonesia.
Contoh gambar kombinasi beberapa morphic |
Jika anda tertarik untuk mengikuti perkembangan studio kami dan ingin mendapatkan info-info terbaru dari kami, ikuti media sosial kami di bawah ini:
Fanpage : Rio Dwisandy Studio
Twitter: RioDStudio
Instagram (Foto & Video): riodwisandybrandingstudio
Instagram (Desain): riodwisandydesignstudio
Comments
Post a Comment